INSENTIF
Insentif merupakan salah satu dari beberapa alat untuk meningkatkan motivasi kerja para karyawan, sehingga akan didapatkan unjuk kerja yang sesuai dengan yang telah dicanangkan atau bahkan lebih.
Guna peningkatan unjuk kerja dan motivasi karyawan sesuai dengan yang diharapkan melalui program insentif, perlu perencanaan yang ideal dan obyektif, agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk dapat menyusun suatu rencana insentif, perlu adanya data tentang:
1. Jumlah keluaran yang merupakan hasil kerja.
2. Jumlah uang yang layak dan adil sebagai hasil kerja.
Menurut Cascio (dalam Marwansyah 2010), program insentif yang efektif harus memenuhi persyaratan berikut ini:
© Sederhana. Aturan-aturan dalam sistem insentif harus ringkas, jelas dan mudah dipahami.
© Spesifik. Jangan hanya mengatakan “Hasilkan lebih banyak” atau “Hentikan kecelakaan”. Para karyawan perlu mengetahui secara tepat tentang apa yang harus mereka kerjakan.
© Terjangkau. Setiap karyawan harus mempunyai peluang yang wajar untuk memperoleh insentif.
© Terukur. Sasaran-sasaran yang terukur adalah dasar untuk membangun rencana-rencana atau program insentif. Program insentif akan sia-sia bila hasil/prestasi kerja spesifik tidak bisa dikaitkan dengan rupiah yang dikeluarkan.
Jika kita ingin membuat suatu rencana insentif, maka dua data yang sangat diperlukan serta keempat persyaratan tersebut di atas, seharusnyalah tidak ada satupun yang diabaikan, agar program insentif tidak sia-sia.
Yang tidak kalah pentingnya adalah sebelum program insentif itu diimplementasikan, disimulasikan terlebih dahulu untuk masing-masing departemen dengan mengambil sample yang tepat di tiap-tiap departemen. Setelah simulasi dilakukan dan didapatkan hasilnya, kemudian diplenokan di tingkat pusat guna pengambilan keputusan yang bijaksana. Apakah rencana program insentif memang dapat diterapkan seragam untuk semua departemen ataukah ada penerapan yang berbeda untuk departemen yang berbeda karena adanya situasi dan kondisi yang betul-betul berbeda.
Dengan kata lain bahwa rumusan program insentif dalan suatu organisasi tidak harus seragam untuk setiap departemennya. Hal ini menjadi sangat penting karena seperti telah dituliskan di atas bahwa tujuan program insentif itu adalah harus dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan. Tetapi bila penerapan program insentif itu kurang tepat, maka yang akan muncul adalah demotivasi. Demotivasi tidak selalu berakibat secara langsung dalam jangka pendek kepada penurunan unjuk kerja. Adakalanya penurunan unjuk kerja itu akan muncul secara perlahan sehingga tidak disadari oleh organisasi bahwa hal itu merupakan akibat penerapan program insentif yang kurang tepat.
Seperti yang pernah dilakukan oleh suatu perusahaan yang berusaha meningkatkan motivasi kerja para karyawannya melalui program insentif, pertama-tama ditentukan faktor-faktor yang akan dijadikan tolok ukur penilaian kinerja, kemudian ditentukan ukuran-ukuran (batas minimal) untuk memperoleh insentif. Juga ditentukan harga(rupiah) dari nilai unjuk kerja yang telah ditentukan.
Setelah itu, yang memakan waktu tidak sedikit adalah simulasi penerapan rumusan yang telah dibuat, pada semua departemen yang ada dengan mengambil sample yang tepat. Sample yang diambil meliputi karyawan/beberapa karyawan yang kinerjanya tertinggi, yang kinerjanya sedang dan yang kinerjanya tertendah.
Dalam simulasi ini tidak dapat hanya dilakukan oleh tim yang telah ditunjuk saja, tetapi juga harus melibatkan atasan langsung masing-masing departemen yang bersangkutan.
Hasil dari simulasi di masing-masing departemen diplenokan guna mengetahui apakah penerapan program insentif itu dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan atau tidak, bisa diterapkan secara seragam atau tidak. Sebab jika situasi dan kondisi kerjanya memang betul-betul tidak dapat dianggap seragam, maka program insentif yang dirancang tidak harus menggunakan rumusan yang seragam.
Sebelum diimplementasikan, ada satu hal yang perlu dilaksanakan yaitu sosialisasi secara jelas, bahkan jika perlu diadakan forum tanya jawab sehingga desiminasi informasi tentang insentif sampai kepada semua karyawan. Hal tersebut dilaksanakan agar dicapai pemahaman tentang program insentif, sehingga sikap resistensi, skeptis bahkan antipatif dapat diminimalkan atau bahkan dihindarkan.
Sebelum direalisasikan pembayaran insentifnya, terlebih dahulu semua hasil penghitungan kinerja dievaluasi di tingkat pusat, guna membandingkan apakah masing-masing departemen mempunyai persamaan persepsi dalam menghitung kinerja yang telah dirumuskan atau belum. Jika perlu diadakan klarifikasi antara pihak pusat dengan pihak departemen guna pengambilan keputusan yang sebijaksana mungkin. Setelah dievaluasi di tingkat pusat dan memang sudah ada persamaan persepsi dalam menghitung kinerja dan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, maka barulah dibayarkan insentifnya secara serentak.
Demikian sekelumit bahasan tentang program insentif dalam suatu organisasi. Bagi yang mempunyai ilmu dan pengalaman yang lebih dari penulis, silahkan melengkapi tulisan ini.
Bandung; 22 Juli 2004
Nurlaila Fadjarwati
(Artikel ini telah dimuat dalam “Info Poli” No 7 Volume 6 Edisi Agustus 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar